Sunday 14 December 2014

Berbulan Madu dengan Bidadari


Bismillahirrahmanirrahim...

bulan madu
Di kota Suffah tinggallah seorang pemuda bernama Zahid. Ia hidup pada zaman Rasulullah SAW. Setiap hari ia tinggal di Masjid Madinah. Zahid memang bukan pemuda tampan. Di usianya yang ke-35, ia belum juga menikah.

Suatu hari, ketika Zahid sedang mengasah pedangnya, tiba-tiba Rasulullah datang dan mengucapkan salam kepadanya. Zahid terkejut dan menjawabnya dengan gugup. "Wahai saudaraku Zahid, selama ini engkau tampak sendiri saja", sapa Rasulullah SAW.

"Allah bersamaku, wahai Rasulullah", jawab Zahid.

"Maksudku, mengapa selama ini engkau masih lajang..? apakah tak ada dalam benakmu keinginan untuk menikah..?", tanya beliau lagi.

Zahid menjawab, "Wahai Rasulullah, aku ini lelaki yang tidak mempunyai pekerjaan tetap, apalagi wajahku sangat tak memenuhi syarat, siapa wanita yang mau denganku..?".

"Mudah saja kalau kau mau..!" kata Rasulullah menimpali.

Zahid hanya termangu. Tak lama kemudian Rasulullah memerintahkan pembantunya untuk membuat surat lamaran untuk melamar wanita bernama Zulfah binti Said. Ia anak bangsawan Madinah yang terkenal kaya raya dan cantik jelita. Surat itupun diberikan kepada Zahid untuk kemudian diserahkan kepada Said. Setiba di sana ternyata Said tengah menerima tamu. Maka usai mengucapkan salam, Zahid menyerahkan surat tersebut tanpa masuk ke dalam rumah.

"Said saudaraku, aku membawa surat untukmu dari Rasulullah yang mulia", kata Zahid.

Said menjawab, "Ini adalah kehormatan buatku".

Surat itu dibuka dan dibacanya. Alangkah terkejutnya Said usai membaca surat tersebut. Tak heran karena dalam tradisi bangsa Arab selama ini, perkawinan yang biasanya terjadi adalah seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan pula. Orang yang kaya harus kawin dengan si kaya juga. Itulah yang dinamakan "sekufu" (sederajad).

Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, "Saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah..?"

Zahid menjawab, "Apakah engkau pernah melihatku berbohong..?"

Dalam suasana demikian, Zulfah datang dan bertanya, "Ayah.. mengapa engkau tampak tegang menghadapi tamu ini..? Apa tak lebih baik bila ia disuruh masuk..?"

"Anakku, Ia adalah seorang pemuda yang sedang melamarmu. Dia akan menjadikan engkau istrinya", kata Said kepada anaknya.

Di saat itulah Zulfah melihat ayahnya, ia pun menangis sejadi-jadinya. "Ayah banyak pemuda yang lebih tampan dan kaya raya, semuanya menginginkan aku. Aku tak mau, Ayah..!" jawab Zulfah merasa terhina.

Said pun berkata kepada Zahid, "Saudaraku, engkau tahu sendiri anakku merasa keberatan. Bukannya aku hendak menghalanginya. Maka sampaikanlah kepada Rasulullah SAW bila lamaranmu di tolak".

Mendengar nama Rasulullah SAW disebut sang ayah, Zulfah berhenti menangis dan bertanya, "Mengapa ayah membawa-bawa nama Rasulullah SAW..?"

Said menjawab, "Lelaki yang datang melamarmu ini adalah karena perintah Rasulullah."

Serta merta Zulfah mengucap istigfar berulang kali dan menyesali kelancangan perbuatannya itu. Lirih, wanita muda itu berkata kepada sang ayah, "Mengapa ayah tidak mengatakannya sejak tadi bila yang melamarkan lelaki itu adalah Rasulullah SAW. Kalau begitu keadaanya, nikahkan saja aku dengannya. Karena aku teringat firman Allah : 'Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil Allah dan Rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, 'Kami mendengar dan kami patuh.' Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.' (An-Nur : 51)."

Hati Zahid bagai melambung entah ke mana. Ada semburat suka cita yang tergambar dalam rona wajahnya. Bahagia, itu yang pasti ia rasakan saat itu. Setiba di masjid ia bersujud syukur. Rasul yang mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.

"Bagaimana Zahid..?" tanya Rasulullah.

"Alhamdulillah diterima, wahai Rasulullah," jawab Zahid.

"Sudah ada persiapan..?" tanya Rasulullah lagi.

Zahid menundukkan kepala sambil berkata, "Rasulullah.. aku tidak memiliki apa-apa."

Rasulullah pun menyuruhnya pergi ke rumah Abu Bakar, Utsman dan Abdurrahman bin Auf. Setelah mendapatkan sejumlah uang yang cukup, Zahid pergi ke pasar untuk belanja persiapan pernikahan. Bersamaan dengan itu Rasulullah menyeru umat Islam untuk berperang menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam.

Ketika Zahid sampai di masjid, ia melihat kaum muslimin telah bersiap dengan persenjataanya. Zahid bertanya, "Ada apa ini..?"

Shahabat menjawab, "Zahid.., hari ini orang kafir akan menghancurkan kita. Apakah engkau tidak mengetahuinya..?"

Zahid pun beristigfar beberapa kali sambil berkata, "Wah, kalau begitu aku lebih baik menjual perlengkapan perkawinan ini dan aku akan membeli kuda terbaik."

"Tetapi Zahid, malam nanti adalah bulan madumu. Apakah engkau akan pergi juga..?" kata para shahabat menasehati.

"Tidak mungkin aku berdiam diri..!" jawab Zahid tegas.

Lalu Zahid menyitir ayat, "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari) berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik." (At-Taubah : 24).

Akhirnya Zahid melangkah ke medan pertempuran sampai ia gugur. Rasulullah berkata, "Hari ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik daripada Zulfah." Lalu Rasulullah membacakan surat Ali Imran ayat 169 - 170.

"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, sebenarnya mereka itu hidup di sisi Rabbnya dengan mendapat rezeki. Mereka bergembira dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka, dan bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka dan mereka tidak bersedih hati."

"Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) telah mati. Sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya."

Para Shahabat pun meneteskan air mata. Bagaimana dengan Zulfah..?

Mendengar kabar kematian Zahid, ia tulus berucap, "Ya.. Allah.. alangkah bahagianya calon suamiku itu. Andai aku tak dapat mendampinginya di dunia, izinkanlah aku mendampinginya di akhirat kelak." Demikian pintanya, sebuah ekspresi cinta sejati dari dunia hingga akhirat. Cinta yang bersemi oleh ketaatan kepada titah Rasulullah SAW, meski semula hati berontak.


Dikutip dari buku "Ayat-Ayat Pedang - Kisah Kisah Pembangun Semangat Juang" Oleh : Layla TM
Sumber: KIsah Islami

Thursday 11 December 2014

Lee Woon-Jae, Pemain Muslim di Timnas Korsel


kisahmuallaf.com – Sosok Lee Woon-Jae tidak terlalu asing bagi penggemar sepak bola di Indonesia. Pasalnya, kiper Suwon Samsung Bluewings ini pernah tampil di Stadion Utama Gelora Bung Karno, khususnya di Piala Asia kemarin. Tapi tahukah Anda jika dia seorang Muslim?
Woon-Jae, lahir 26 April, 1973 di Cheongju, bertinggi badan 182cm dan berat 82 kg, Woon-Jae menjadi palang pintu terakhir tim nasional Korea Selatan. Woon Jae pernah memukau publik Indonesia di Piala Asia 2007.
Saat ini, Woon-Jae memperkuat tim Suwon Samsung Bluewings di ajang Liga Korea, tidak hanya itu saja, Woon-Jae juga memperkuat Korea Selatan di Piala Dunia 1994, 2002 dan 2006.
Perkenalannya dengan Islam, terjadi di tahun 2004, sebelumnya, Woon-Jae memeluk agama yang mayoritas di Negaranya, namun seiring perkembangan Islam di Korea Selatan, Woon-Jae memutuskan untuk pindah Islam, dan taat menjalankan sholat dan puasa.
Karier Woon-Jae moncer ketika dia berhasil mementahkan tendangan penalti keempat Spanyol di perempat final Piala Dunia 2002. Dan Korea lolos ke semifinal, untuk pertama kalinya dalam sejarah sepak bola mereka.

Tuesday 9 December 2014

Malaikat Telah Menyelamatkannya


Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Riyadh. Tapi sang pelaku berharap kisahnya dapat disebarkan agar dapat memberikan manfaat kepada siapa pun.

Dahulu aku adalah seorang remaja putri yang nakal. Aku mengecat rambutku dengan warna warni setiap waktu dengan mengikuti mode yang sedang trend. Aku juga mengenakan pewarna kuku yang nyaris tidak pernah kuhapus, kecuali untuk merubah warnanya. Abayaku hanya kuletakkan di atas pundakku agar dapat menarik perhatian para pemuda. Aku sengaja ke pasar dengan memakai wewangian dan perhiasan yang menarik. Iblis benar-benar telah menggodaku untuk melakukan semua dosa, yang kecil mau pun yang besar. Lebih dari itu semua, aku tidak pernah sujud kepada Allaah sekali pun. Aku bahkan tidak tahu bagaimana mengerjakan shalat.

Yang lebih mengherankan adalah karena aku seorang guru dan pendidik anak-anak. Guru yang selalu dipandang dengan penuh penghormatan. Aku mengajar di salah satu sekolah yang terletak jauh dari kota Riyadh. Aku selalu meninggalkan rumahku setelah shalat shubuh, dan tidak kembali kecuali setelah shalat ashar. Yang penting waktu itu kami adalah sekelompok guru perempuan.

Di antara mereka, akulah satu-satunya yang belum menikah. Di antara mereka ada yang baru saja menikah, ada yang tengah mengandung. Ada pula yang sedang menjalani cuti melahirkan. Aku pula satu-satunya di antara mereka yang telah mencabut rasa malunya. Aku biasa ngobrol dan bercanda dengan sopir seperti ketika aku berbicara dengan salah satu kerabatku.

Hari demi hari berlalu, dan aku masih dalam kelalaian dan kesesatanku. Pada suatu pagi, aku bangun terlambat. Aku segera keluar dan mengendarai mobil yang biasa kami tumpangi.

Ketika aku naik ke mobil dan memperhatikan, ternyata di kursi belakang tidak ada orang lain selain diriku. Aku menanyakan itu kepada sopir, lalu ia menjawab: “Fulanah sakit, yang ini melahirkan, dan…dan…”

Mendengar itu, di dalam hatiku aku mengatakan: “Baiklah, karena perjalanannya jauh, maka aku akan tidur hingga nanti kami tiba di tujuan.”

Aku pun tidur di mobil dan tidak terbangun kecuali saat mobil itu berada di sebuah jalan yang rusak. Aku terbangun dengan penuh ketakutan. Aku membuka penutup jendela.

Jalan apa ini..?! Apa yang telah terjadi..?? Pak sopir, kemana engkau membawaku..?!

Dengan penuh kesetanan dia menjawab: “Sekarang engkau akan mengetahuinya..!!”

Aku memperhatikannya dan aku pun tahu rencana busuknya. Maka dengan penuh ketakutan, aku pun mengatakan: “Pak sopir, apakah engkau tidak takut kepada Allaah..?!” Apakah engkau tahu hukuman atas perbuatan yang akan engkau lakukan..?!”

Dan entah ucapan apalagi yang kukatakan untuk menghalanginya melakukan niatnya. Yang pasti, aku tahu bahwa aku akan binasa.

Dengan penuh percaya dirinya pula si sopir itu mengatakan: “Engkau sendiri, apakah engkau tidak takut kepada Allaah..? Engkau tertawa-tawa dan bercanda denganku..?? Apakah engkau tidak tahu kalau engkau telah menggodaku..?? Dan aku tidak akan melepaskanmu hingga aku melakukan apa yang kuinginkan..!”

Aku pun menangis. Aku mencoba berteriak, tapi tempat itu begitu jauh. Tidak ada seorang pun selain aku dan sopir terlaknat itu. Ini adalah sebuah padang pasir yang menakutkan. Aku memelas dan lelah menangis. Hingga dengan penuh keputus asaan dan menyerah, aku mengatakan: “Kalau begitu biarkanlah aku mengerjakan shalat dua rakaat, siapa tahu Allaah sudi mengasihaniku.”

Ia pun setuju memenuhi permintaanku. Aku pun turun dari mobil seperti orang yang akan diseret menuju hukuman mati. Aku pun shalat. Itu adalah pertama kalinya aku mengerjakan shalat dalam hidupku. Aku shalat dengan perasaan takut dan pengharapan. Air mata memenuhi tempatku bersujud. Aku memelas kepada Allaah agar mengasihiku dan menerima taubatku. Suara tangisku memecah keheningan tempat itu. Dengan cepat kematian terasa begitu dekat. Aku pun menyelesaikan shalatku.

Menurut kalian apa yang terjadi..?? Sebuah kejutan terjadi. Apa yang kulihat itu..??

Aku melihat mobil saudara laki-lakiku datang..!! Benar sekali, itu saudara laki-lakiku dan jelas sekali ia sengaja mendatangi tempat ini.

Aku tidak sempat lagi berfikir bagaimana ia bisa mengetahui tempatku ini. Tapi aku benar-benar gembira dan mulai meloncat-loncat memanggilnya. Sopir itu memarahiku, tapi aku tidak mempedulikannya.

Yang kulihat adalah saudaraku yang tinggal di Syarqiyyah dan saudaraku yang lain adalah yang tinggal bersama kami. Salah seorang dari mereka pun turun dan memukul sopir itu dengan sebuah kayu yang keras, lalu berkata : “Naiklah bersama Ahmad di mobil..!! Aku akan menaruh sopir ini di dalam mobilnya sendiri di pinggir jalan..”

Aku pun segera naik ke mobil bersama Ahmad. Kebingungan menyelimutiku dan aku bertanya padanya : “Bagaimana kalian bisa mengetahui tempatku..? Bagaimana engkau bisa jauh-jauh datang dari Syarqiyyah..?? Lalu kapan..?”

“Nanti di rumah, engkau akan mengetahui semuanya..”, jawabnya.

Muhammad pun bergabung bersama kami, dan kami pun kembali ke Riyadh. Sementara aku masih tidak percaya dengan apa yang terjadi.

Ketika kami tiba di rumah, saudara-suadara ku itu mengatakan : “Pergilah menemui ibu dan sampaikan padanya apa yang terjadi. Kami akan kembali sebentar lagi..!”

Aku masuk menemuinya di dapur. Segera aku memeluknya sambik menangis. Aku ceritakan kisahku padanya

Lalu dengan penuh rasa kaget, ibu berkata : “Tapi memang Ahmad masih di Syarqiyyah..!! Sedang Muhammad masih tidur di kamarnya.

Kami pun pergi ke kamar Muhammad, dan ternyata memang ia masih tidur. Aku membangunkannya seperti orang gila dan bertanya : “Apa yang telah terjadi..??

Namun ia bersumpah atas nama Allaah bahwa ia tidak pernah keluar dari kamarnya dan tidak tahu peristiwa yang aku aku alami!!

Aku segera pergi ke tempat telepon lalu mengangkatnya -aku benar-benar hampir gila-. Aku menelpon Ahmad, tapi ia mengatakan: “Aku sekarang sedang di tempat kerjaku..”

Setelah itu semua, aku menangis tersedu-sedu. Aku akhirnya sadar bahwa semua yang kualami adalah dua Malaikat yang diutus oleh Robbku untuk menyelamatkan aku dari tindakan keji sang sopir itu. Aku memuji Allaah atas itu semua. Dan itulah yang menjadi sebab aku mendapatkan hidayah. Segala puji hanya untuk Allaah..

*Disadur dari buku CHICKEN SOUP UNTUK REMAJA karya Syaikh Abdullah Muhammad penerbit Sukses Publishing 2012. Alih Bahasa Muhammad Ihsan Zainudin

Dikutip dari Facebook: kisahislam.net

Dipublikasikan kembali oleh: http://seribusatukisahislami.blogspot.com

Facebook Fans Page : 1001 Kisah Islami

Saturday 6 December 2014

Mendapatkan Istri Cantik, Kaya, Dan Salehah


Pada suatu hari, Qadhi Abu Bakar Muhammad sewaktu masih belajar di Mekkah merasakan kelaparan yang melilit perutnya. Dari pagi hingga siang, belum ada makanan yang bisa dimakannya. uangpun tak ada untuk membeli makanan. karena itu dia keluar dari rumah supaya dapat mengurangi sedikit rasa lapar yang melanda dirinya. Dengan menbaca Basmalah ia berharap dapat menemukan sesuatu yang dapat mengganjal perutnya.

Harapan Qadhi, sepertinya terkabul karena tanpa sengaja ia menemukan sebuah kantong dari sutra yang diikat dengan kaos kaki yang juga terbuat dari sutra tergeletak dipinggir jalan. Saat itu jalanan sepi tak ada seorangpun yang lewat, lalu diambilnya bungkusan itu dan dibawanya pulang. Setibanya dirumah, Qadhi membuka kantong tersebut, ternyata didalamnya terdapat sebuah kalung permata yang sangat indah dan pasti bernilai sangat tinggi harganya jika dijual. uangnya pasti cukup memenuhi kebutuhannya selama satu tahun bahkan lebih dari itu.

Astaghfirullah, Qadhi menbaca istighfar, karena ia menyadari bahwa kalung yang ia temukan adalah bukan miliknya, walaupun dia sedang kelaparan, ia tidak mau memperoleh makanan dari hasil yang tidak baik, oleh sebab itu sedikit atau banyak makanan haram yang masuk kedalam tubuhnya akan membuat jiwa tercemar dan jauh dari rahmat Allah Subhanahu Wa Ta'aala, dan tempat yang paling pantas adalah neraka. Akhirnya dia keluar rumah untuk mencari pemilik kalung tersebut. Tepat pada saat itu, ada seorang laki-laki tua menghentikan langkahnya.

"Anak muda, apakah engkau melihat kantong sutra dikawasan jalan ini....? Di kantong itu yang kubawa ini berisi uang 500 dinar. Uang ini adalah upah yang akan kuberikan kepada orang yang menemukannya." kata laki-laki tua itu.

Setibanya dirumah beliau tidak langsung memberikan barang tersebut, karena sebelumnya Qadhi tidak menjawab pertanyaan laki-laki tua itu melainkan diajaknya kerumah. Ia kemudian menanyakan kepada laki-laki tua itu tentang ciri-ciri kantong sutra dan kaos kaki pengikatnya, berikut ciri-ciri kalung permata dan jumlahnya, serta benang yang mengikatnya. Ternyata jawaban laki-laki tua itu persis dengan semua yang ditemukannya dijalan sewaktu ia keluar dari rumah.

Kemudian kantong itu diberikan kepada laki-laki tua itu sebagai pemiliknya dan orang itu lalu memberikan imbalan sesuai dengan apa yang pernah ia janjikan jika ada orang yang menemukan kantong sutra itu yang jatuh dijalan sebesar 500 dinar, tetapi Qadhi justru menolaknya karena ia tidak pantas menerima sesuatu imbalan kepada orang lain yang mendapat musibah kehilangan. Dia berkata bahwa, seorang muslim memiliki kewajiban dan tidak pantas menerima imbalan atau upah.

"Bawalah kembali uang bapak! Aku tak pantas menerimanya." jawab Qadhi

Akan tetapi laki-laki tua itu bersikeras dan terus-menerus memaksa, namun Qadhi tetap menolaknya. Akhirnya laki-laki tua itu yang menyerah dengan beranjak dari tempat duduk ia berjalan keluar rumah Qadhi, pergi dengan membawa kalung permata yang hilang.

selang beberapa waktu dari kejadian itu, Qadhi kemudian melakukan perjalanan keluar dari kota Mekkah berlayar dengan kapal. Ditengah lautan terjadi badai yang dahsyat, angin sangat kencang dan ombak menggulung sangat tinggi, sehingga kapal yang ditumpangi Qadhi pecah dan akibatnya banyak orang yang tenggelam bersama kapal. Alhamdulillah, Qadhi Abu Bakar bisa selamat dengan berpegangan erat pada potongan papan dari pecahan kapal. Berada ditengah lautan dengan keadaan itu, ia hanya pasrah mengikuti ombak laut yang membawanya entah kemana. namun ia yakin, bahwa Allah akan segera memberikan pertolongan.

Cukup lama terombang-ambing dilautan, Qadhi akhirnya terdampar disebuah pulau yang berpenduduk. Setelah mencari makanan dan berganti pakaian atas bantuan penduduk setempat, ia duduk di serambi masjid sambil membaca ayat-ayat al-Quran. Mengetahui akan hal itu, sebagian penduduk minta diajari cara membaca al-Quran. Ia punmemenuhi permintaan mereka. mereka juga minta diajarkan cara tulis menulis, ketika mereka mengetahui bahwa Qadhi Abu Bakar bisa menulis al-Quran diatas kertas.

Setelah sekian lama tinggal disitu, salah seorang dari penduduk tersebut berkata, "Dikampung ini ada seorang gadis yang tidak punya orang tua, dan mewarisi harta yang tidak sedikit dari orang tuanya. Ia adalah orang yang paling kaya di pulau ini.Kecantikannya luar biasa, akhlaknya pun terpuji. Benar-banar seorang wanita salehah. Maukah engkau menikahinya...?"

Pada awalnya Qadhi Abu Bakar menolak dengan alasan belum mampu. Tetapi mereka terus mendesak dan akhirnya , ia pun mengalah dan beranggap jika sudah memang jodoh, ia mau apalagi. Orang-orang lalu mengantarkan Qadhi kerumah wanita salihah itu, ternyata gadis itu benar-benar gadis yang sangat cantik. Tanpa sengaja pandangan Qadhi tertuju pada kalung permata yang bergantung dileher gadis itu, sebuah kalung yang sangat dikenalnya; kalung yang dahulu pernah ia temukan dijalanan Mekkah.

Mereka berkata: "Kenapa engkau lebih memperhatikan kalung itu daripada orangnya...?"

Qadhi Abu Bakar menceritakan kepada mereka tentang kalung tersebut. Setelah itu mereka langsung meneriakkan takbir. Qadhi Abu Bakar heran atas tingkah laku mereka. Ia pun bertanya, "Ada apa dengan kalian...?"

Kemudian salah seorang dari orang yang mengantar Qadhi menjawab, "Tahukah engkau, orang tua dalam ceritamu itu adalah ayah kandung gadis ini. Ia pernah mengatakan, 'Aku belum pernah menemui orang yang baik dan bertakwa didunia ini, sebaik orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku.' Ia juga berdoa,

'Ya Allah, jodohkanlah ia dengan putriku.' Dan sekarang benar-benar menjadi kenyataan..

Subhanallah